Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa bergosip bisa mengendalikan perilaku buruk sekaligus meredakan stres. Menurut para peneliti dari Universitas California di Berkeley, membicarakan tentang orang lain punya keuntungan bagi pihak penggosip dan masyarakat luas.
Studi ini memfokuskan pada penggosip yang dinamakan ‘pro-sosial’, di mana mereka adalah orang yang menyebarkan informasi berisi peringatan tentang orang yang tidak bisa dipercaya atau tidak jujur.
Eksperimen pertama kali dilakukan pada 51 relawan yang bagian tubuhnya disambungkan dengan pembaca detak jantung. Kemudian mereka diminta untuk melihat dua orang yang sedang bermain.
Setelah beberapa saat mereka akan melihat salah satu dari orang tersebut berbuat curang dan detak jantung para relawan akan berdetak lebih cepat. Tapi kemudian detak jantung kembali normal setelah mereka memberitahu pemain yang lain bahwa dia telah dicurangi.
Eksperimen kedua melibatkan 111 relawan yang diminta untuk mengisi kuesioner tentang sifat mementingkan kepentingan orang lain. Melalui penelitian itu ditemukan semakin seseorang bersifat ‘pro-sosial’ maka semakin merasa frustrasi saat menyaksikan kecurangan dan akan merasa lega jika menceritakan hal tersebut.
Psikolog sosial Matthew Feinberg menjelaskan bahwa tujuan utama dalam bergosip sebenarnya adalah untuk menolong orang lain, bukan sekadar bicara tentang keegoisan individu tertentu. “Kita tidak perlu merasa bersalah jika gosip tersebut bertujuan agar orang lain tidak dicurangi,” katanya.
Selanjutnya para peneliti menerbitkan hasil penelitian tersebut dalam Journal of Personality and Social Psychology dan menyimpulkan bahwa gosip bisa membuat reputasi jadi buruk, namun tidak dipungkiri gosip memiliki peran dalam menjaga tatanan sosial.
Sumber: kabar24.com