BERBAGAI riset tentang manfaat terapi menulis telah dibuktikan oleh para ilmuwan di Amerika Serikat dan Inggris. Bila di Amerika Serikat riset ini dilakukan di University of Texas, maka di Inggris the Arts Council of England siap mendanai proyek terapi menulis yang dilakukan oleh Gillie Bolton di King’s College, London. Smyth JM, dkk (1999) menyebutkan manfaat terapi menulis, antara lain: membantu meringankan gejala penyakit asma dan rheumatoid arthritis (radang sendi akibat rematik). Pernyataan ini didukung oleh Baikie KA dan Wilhelm K (2005), yang meneliti manfaat jangka panjang dari menulis dengan metode expressive writing.
Menurut penelitian itu, terapi ini antara lain bisa meningkatkan dan memerbaiki suasana hati (mood), fungsi sistem imun (kekebalan tubuh), memperbaiki fungsi paru-paru (terkhusus penderita asma), kesehatan fisik dan nyeri (terutama pada penderita kanker), fungsi hati, menurunkan tekanan darah, mengurangi ketegangan yang berkaitan dengan harus kembali ke dokter, mengurangi gejala-gejala depresi, mengurangi dampak negatif setelah trauma.
Adapun manfaat secara sosial dan perilaku dari expressive writing antara lain: mengurangi ketidakhadiran di dalam bekerja, mengubah perilaku linguistik dan sosial, menaikkan rata nilai rapor anak sekolah atau atau IPK mahasiswa, meningkatkan memori/daya ingat yang sedang bekerja, meningkatkan prestasi dan sportivitas di semua bidang kehidupan.
Rekomendasi Gillie Bolton di dalam buku ìThe Therapeutic Potential of Creative Writingî, yang diterbitkan oleh Jessica Kingsley Publishers, tentang teknik therapeutic writing cukup unik dan menarik. Caranya: mulailah dari “sampah pikiran” (mind dump). Menulislah selama enam menit. Tuliskan apa saja yang ada di pikiranmu. Jangan melakukan editing. Jangan khawatir tentang tata bahasa, diksi, dan EYD.
Jangan berhenti menulis. Setelah itu, Anda dapat berfokus pada suatu tema atau pokok bahasan tertentu. Pilihlah sesuatu hal yang nyata, bukan yang abstrak. Misalnya: kenangan di masa anak-anak, peristiwa terpenting atau terindah di dalam kehidupanmu, dsb. Deskripsikan secara detail. Mengalir sajalah di dalam menulis.
Lain Gillie Bolton lain pula Pennebaker dan Beall. Pennebaker dan Beall (1986) merekomendasikan expressive writing. Caranya cukup mudah. Cukup dilakukan 15 menit, namun teratur selama empat hari berturut-turut. Tulislah pemikiran dan perasaan terdalam tentang pengalaman yang paling traumatis di sepanjang kehidupan, permasalahan, emosi yang telah mengubah diri dan hidup.
Bisa saja bercerita tentang hubungan dengan orang tua, kekasih, sahabat; boleh terjadi di masa lalu, masa kini, atau impian di masa depan. Boleh menuliskan berbagai permasalahan umum atau berbagai pengalaman, boleh sama, boleh berbeda, selama empat hari menulis.
Terapi dengan teknik expressive writing ini terbukti bermanfaat secara signifikan empat bulan kemudian.
Menulis tak dapat dipisahkan dengan kata-kata, dan ini ternyata terbukti secara ilmiah memiliki kekuatan, serta merupakan strategi membantu diri sendiri untuk melakukan penyesuaian dengan stres (a self help strategy for coping with stress).
Ia berhasil membuktikan bahwa orang yang menulis tentang peristiwa-peristiwa yang berarti atau traumatis dapat meningkatkan kesehatan, fungsi organ, kekebalan tubuh, aktivitas hormonal, memerbaiki penyakit, dan meredakan stres mereka. Adapun mereka yang hobinya menulis tentang topik-topik emosional tak hanya memperbaiki kesehatan namun juga mengubah interaksi di antara orang-orang saat berbicara tentang situasi.
James W Pennebaker menunjukkan penggunaan cognitive words (seperti: menyadari, mencapai, memahami, memikirkan, merenungkan, dsb), causal words (misalnya: karena, dengan alasan), dan insight words (contohnya: mengetahui, paham akan, tahu tentang). Intinya adalah bahwa kekuatan kata membuat jiwa berdaya, hari-hari berwarna, sehingga hidup terasa lebih bermakna.
Nah, bagaimana sekarang. Sudah siapkah Anda menerima keajaiban dari terapi menulis? Menulislah lalu perhatikanlah apa yang terjadi.