Setelah Bandung dan Yogyakarta, acara roadshow Nirmana Award sebagai ajang apresiasi desainer muda, akhirnya mampir di Kota Semarang. Akademi Berbagi Semarang, merupakan komunitas yang disambangi oleh roadshow ini. Bertempat di gedung Indosat Jalan Pandanaran, Jumat (9/3) sekitar 50 peserta mengikuti kegiatan talkshow tersebut.
Kali ini, talkshow yang mendatangkan pembicara yakni Eko Eddi Sucipto dari Eko Desain itu, mengambil tema Desain dan Kita. Pada kesempatan tersebut Eko menjelaskan bahwa selama ini profesi desainer grafis di mata masyarakat selalu menjadi polemik. Masyarakat selalu menilai profesi desainer grafis merupakan seseorang yang bekerja di tempat percetakan atau layout off set sepertinya pada umumnya.
Eko mencontohkan, seorang yang membuat desain kaos distro, desain cover laptop di mal-mal, desain undangan pernikahan dan pintar corel draw/ilistrator/freehand. Bahkan seperti yang marak kini adalah seseorang yang membuat layar mmt warung.
“Sungguh ironis memang jika melihat profesi desainer grafis yang sebenarnya sangat dibutuhkan namun dipandang sebelah mata di lingkungan sekitar. Padahal, profesi desainer grafis ini kenyataannya bukan seperti itu”, ujar eko yang belum lama ini yang mendesain logo Semarang Great Sale dengan maskot ‘warak ngendog’nya itu
Profesi desainer grafis ini yakni seseorang yang ingin menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin lewat gambar. Dengan menggunakan ide kreatif, mereka dapat mengasilkan karya indah yang nantinya dapat memudahkan masyarakat untuk mengerti. Biasanya profesi desainer grafis ini sangat dibutuhkan di dunia advertising atau periklanan. Maka, para desainer grafis ini pun banyak yang bekerja di sebuah perusahaan atau membangun perusahaan sendiri, bahkan tak sedikit desainer grafis memilih sebagai freelancer.
Eko mengatakan, sebenarnya seorang desainer grafis untuk modern ini sangat dimudahkan lewat teknologi yang sudah maju sekarang. Sehingga untuk seseorang desainer muda dan pemula yang ingin mendalami profesinya dapat memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut. Dengan tersedianya internet yang kini semakin banyak situs-situs desain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, atau dapat juga menggunakan situs jejaring sosial seperti facebook dan twiter untuk memamerkan hasil karya mereka.
“Lewat situs-situs tersebut para desainer ini dapat mengetahui dan dapat mengambil inspirasi dari desainer-desainer ternama lainnya. Lewat situs-situs itu juga, mereka dapat memajang portofolionya agar dikenal orang”, ungkap Eko.
Namun dengan kemajuan teknologi tersebut, seorang desainer jangan sampai terlena karenanya. Sebab dengan seringnnya mereka menggunakannya, seorang desainer seringkali menjadi desiner instan. Yakni desainer yang menghasilkan karyanya tanpa konsep yang matang dan riset terlebih dahulu.
“Jadi desainer instan tersebut hanya asal comot gambar di internet lalu mengeksekusinya dengan menambah font-font yang menarik, tanpa mengindahkan keseimbangan agar menarik dilihat”, ujarnya.
Sumber: suaramerdeka.com