Berjalan jalan di mal memang sangat mengasikan sehinga dapat menghilangkan stres namun dibalik keasikan berjalan jalan di mal ternyata ada juga dampak negatifnya salah satunya dapat merusak pendengaran.
Ketua Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT) Damayanti Soetjipto mengatakan bagi anak-anak, bermain di mal memang menyenangkan. Namun juga bisa mengganggu pendengaran mereka.
“Bermain di mal berbahaya bagi anak-anak dan memicunya terjadinya gangguan pendengaran atau ketulian,” kata Damayanti dalam acara temu media di Kementerian Kesehatan, beberapa waktu lalu.
Menurut Damayanti, sebaiknya anak-anak jangan terlalu sering mengunjungi permainan di pusat-pusat perbelanjaan, pasalnya tingkat kebisingan cukup tinggi.
“Di mana kebisingan di dalam wahana permainan anak dalam pusat perbelanjaan, mencapai 128 desibel. Sementara batas aman bising hanya sampai 80 desibel. Itupun harus memakai pelindung telinga,”jelas Damayanti.
Ia menjelaskan mesin-mesin permainan di sejumlah mal melebihi batas yang ditetapkan, namun banyak orangtua justru tidak menyadari dan membiarkan anak-anak mereka bermain hingga berjam-jam di pusat permainan.
Padahal kondisi bising seperti ini biasanya hanya terjadi di lokasi industri atau pabrik yang pekerjanya diharuskan menggunakan pengaman pendengaran.
Berdasarkan monitoring dan mapping Komnas PGKT pada tempat hiburan anak di mall 16 kota besar, diantaranya Aceh, Medan, Padang, Batam, Palembang, Jakarta, Cikarang, Tangerang, Bandung, Surabaya, Balu, Banjarmasin, Makassar dan Manado, didapati rata-rata tingkat kebisingannya mencapai 94,4-128 desibel.
“Ketulian pada anak dapat mengganggu perkembangan kognitif, psikologi dan sosial, yang secara otomatis akan mengganggu perkembangan komunikasinya, buruknya prestasi akademik di sekolah, sehingga berpengaruh pada kemandiriannya pada saat dewasa dan rentan mengalami gangguan fisik dan mental,” ungkap Damayanti.
Data WHO menyebutkan, terdapat sedikitnya 4,2 persen atau sekitar 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran. Sebanyak 5-140 juta di antaranya terdapat di ASEAN. Indonesia termasuk empat negara di ASEAN dengan prevalensi ketulian cukup tinggi, yaitu sekitar 4,6 persen, adapun morbiditas paling tinggi terjadi pada usia sekolah 7-18 tahun.
“Padahal 50% risiko terjadinya gangguan pendengaran sebenarnya dapat dicegah salah satunya dengan menghindari kebisingan,” urai Damayanti.
Sumber: inilah.com