Pahlawan-Pahlawan yang Kita Butuhkan

Setengah abad lalu, saat revolusi, pahlawan adalah warga negara yang memiliki integritas moral tinggi, memiliki sikap dan perilaku terpuji, menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat, dan berjasa memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Pada era Orde Baru, pahlawan pembangunan adalah sosok yang sanggup mengantar bangsa ini melepaskan diri dari kebodohan, kemalasan dan kemiskinan; mengorbankan jiwa-raga, berpikir dengan temuan spektakuler untuk memecahkan persoalan rumit bangsa.

Kini, kompleksitas permasalahan bangsa di era reformasi membutuhkan sosok pejuang untuk membela rakyat dari kejahatan korupsi, mafia peradilan, kejahatan hak asasi manusia, kejahatan ekonomi dan keuangan, kejahatan lingkungan, dan kegagalan birokrasi. Kita membutuhkan pejuang-pejuang publik yang mampu membongkar kasus-kasus kejahatan penghancur masa depan bangsa; membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan, menjelma menjadi negara makmur, sejahtera, dan berkeadilan.

Bangsa ini merindukan pencerahan yang mampu membuka mata hati para elite untuk menyadari esensi perjuangan era reformasi. Tantangan era sekarang tidak kalah berat dari semasa revolusi. Betapa tidak? Negara kini dirongrong berbagai persoalan serius, menyentuh integritas dan pribadi kebangsaan. Untuk itu bangsa  ini membutuhkan sosok yang mau memusatkan seluruh energi untuk membangun kesejahteraan dan keadilan rakyat. Sosok yang rela menderita dan menjauh dari kehidupan hedonisme, materialisme, dan konsumerisme.

Penderitaan bagi seorang pemimpin tentu bukan tanpa makna. Menderita bukan karena memperjuangkan kemerdekaan, melainkan rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, perasaan, dan semua miliknya untuk memecahkan masalah rakyat yang jauh dari akses pangan, sandang,  dan papan. Sosok pahlawan ini tidak akan merasa nyaman menyaksikan orang-orang di sekitarnya tidak memiliki makanan, berpakaian seadanya, tidur beratapkan langit, dan jauh dari akses mendapatkan pendidikan.

Namun, sosok pahlawan itu seolah-olah jauh dari harapan. Di era politik transaksional, menguatnya politik pencitraan, para elite menjadikan rakyat hanya sebagai alat untuk merebut kekuasaan. Seakan-akan memperjuangkan kepentingan rakyat, merancang program, hingga mengawal dana pembangunan daerah, namun sejatinya hanya memperjuangkan kepentingan pragmatis dengan kemasan pencitraan. ’’Perjuangan’’ itu kental muatan politik transaksional ; tawar-menawar upeti bahkan pemerasan.

Bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November ini, mari merenungkan betapa kita butuh kehadiran sosok yang selalu berorientasi pada kesepakatan bersama; amanah untuk menyejahterakan, memakmurkan, dan melindungi rakyat. Memiliki integritas sebagai sumber energi utama dalam berjuang dan mengambil kebijakan untuk kepentingan rakyat. Dengan kekuatan kesadaran hati dan kejernihan pikiran, pahlawan-pahlawan era reformasi seperti itulah yang kita rindukan. 

Sumber: suaramerdeka.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *