Tidak Cukup Toleransi Saja, Tetapi Menerima Keragaman

Keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan jati diri bangsa. Karena itu, keragaman dalam kehidupan bangsa jangan dipandang lagi sebagai ancaman, namun sebagai aset bangsa yang justru membuat Indonesia memiliki karakter dan daya saing di era globalisasi.
Oleh karena itu, penguatan karakter masyarakat Indonesia yang digaungkan kembali lewat pendidikan karakter di sekolah hingga perguruan tinggi tidaklah untuk membuat keseragaman. Justru, masyarakat Indonesia harus memiliki karakter yang tidak hanya bertoleransi namun dapat menerima keberagaman.
Persoalan tersebut mengemuka dalam acara Konvensi Kampus VIII dan Temu Tahunan XIV Forum Rektor Indonesia (FRI) di Universitas Haluoleo, Kendari, Minggu (4/12/2011).
Usman Rianse, Ketua Forum Rektor Indonesia sekaligus Rektor Universitas Haluoleo, mengatakan, persolan melemahnya karakter dan jati diri bangsa merupakan masalah aktual yang berimbas pada tata kelola pemerintahan yang tidak melayani publik. Perguruan tinggi mengambil peran untuk menyampaikan ide, gagasan, dan konsep secara akademis, moral, dan etika untuk mendukung suksesnya pembangunan.
“Daya saing bangsa dapat kita capai dengan memperkokoh karakter dan jati diri bangsa. Kita hidup dalam keberagaman, kita mesti ciptakan pendidikan karakter dengan keteladanan untuk bisa menghargai keanekaragaman yang ada dalam bangsa dan negara ini,” ujar Usman.
Dalam beberapa tahun belakangan, FRI secara aktif mengingatkan pemerintah soal daya saing bangsa di era globalisasi. Dalam rekomendasi, FRI melihat memperkokoh jati diri bangsa dan menjadi tuan di negeri sendiri dengan pengutamaan produk dalam negeri menjadi kunci penting untuk ketahanan bangsa.
Kevin Adams, pengamat dari Australia, mengatakan, bangsa Indonesia mesti memikirkan kembali secara serius soal keragaman sebagai aset bangsa yang berharga. “Paradigma toleransi harus digeser menjadi saling penerimaan. Sebab, toleransi hanya untuk bertahan. Padahal, Indonesia harus terus ada. Itu butuh saling penerimaan di antara semua pihak,” jelas Kevin.
Pendidikan yang dijalankan, termasuk kalangan perguruan tinggi, kata Kevin, haruslah secara lintas ilmu. Beragam persoalan bangsa mesti dilihat dari aneka sudut pandang.
Sumber: kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *